Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang

Melayani sepenuh hati

Pengawas SMP

Mendampingi Satuan Pendidikan

Branding Sekolah

In House Training

Sabtu, 18 Oktober 2025

Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP)


  Untuk mengetahui apakah murid telah berhasil mencapai tujuan pembelajaran, pendidik perlu menetapkan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran. Kriteria ini dikembangkan saat pendidik merencanakan asesmen, yang dilakukan saat pendidik menyusun perencanaan pembelajaran, baik dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran ataupun modul ajar. Kriteria ketercapaian ini juga menjadi salah satu pertimbangan dalam memilih/membuat instrumen asesmen, karena belum tentu suatu asesmen sesuai dengan tujuan dan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran. Kriteria ini merupakan penjelasan tentang kompetensi apa yang perlu ditunjukkan/ didemonstrasikan murid sebagai bukti (evidence) bahwa ia telah mencapai tujuan pembelajaran. 

 Dengan demikian, kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah murid telah mencapai tujuan pembelajaran dapat dikembangkan pendidik dengan menggunakan beberapa pendekatan, di antaranya: 1) menggunakan deskripsi kriteria; 2) menggunakan rubrik; 3) menggunakan skala atau interval nilai; dan 4) menggunakan persentase, atau pendekatan lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan pendidik dalam mengembangkannya.


Berikut ini paparan mengenai KKTP. 


Pendampingan SMP IT Ulul Al Baab

 













Kamis, 16 Oktober 2025

Strategi Branding Sekolah



Dalam era globalisasi dan digitalisasi pendidikan, sekolah tidak lagi cukup hanya berfokus pada mutu akademik semata. Dunia pendidikan kini menuntut institusi untuk memiliki identitas yang kuat, reputasi positif, dan daya tarik yang mampu membedakan diri dari lembaga lain. Dalam konteks inilah, branding sekolah menjadi strategi penting untuk membangun citra positif dan meningkatkan daya saing. Branding bukan sekadar persoalan logo, slogan, atau tampilan fisik sekolah, melainkan tentang bagaimana sekolah membangun kepercayaan, nilai, dan pengalaman yang bermakna bagi warga sekolah dan masyarakat luas. Branding sekolah yang kuat mampu menciptakan persepsi positif, meningkatkan minat peserta didik baru, memperkuat kepercayaan masyarakat, serta menginspirasi guru dan tenaga kependidikan untuk bekerja lebih baik. Oleh karena itu, penting bagi sekolah binaan untuk memahami dan menerapkan strategi branding secara sistematis, mulai dari teori hingga praktik di lapangan. Konsep Teoretis Branding Sekolah Secara konseptual, branding sekolah adalah upaya strategis dalam membangun identitas, nilai, dan citra sekolah agar mudah dikenali, dipercaya, dan dihargai oleh masyarakat. Menurut Kotler dan Keller (2016), brand adalah janji lembaga kepada pelanggan untuk memberikan nilai, manfaat, dan pengalaman tertentu secara konsisten. Dalam konteks sekolah, brand adalah janji kepada siswa, orang tua, dan masyarakat bahwa lembaga pendidikan tersebut akan memberikan layanan pembelajaran yang bermutu, lingkungan yang mendukung, serta karakter yang kuat. Citra (image) merupakan persepsi publik terhadap sekolah. Citra positif terbentuk melalui konsistensi antara nilai yang diusung sekolah dengan tindakan nyata yang dilakukan. Ketika sekolah memiliki reputasi yang baik — misalnya dikenal sebagai sekolah yang disiplin, berprestasi, ramah lingkungan, atau unggul dalam teknologi — maka citra positif tersebut akan menjadi pembeda sekaligus kekuatan daya saing. Lebih jauh, daya saing sekolah ditentukan oleh kemampuan sekolah dalam memberikan layanan pendidikan yang relevan, inovatif, dan berkualitas. Sekolah yang berdaya saing tinggi biasanya memiliki budaya kerja kolaboratif, kepemimpinan yang visioner, dan branding yang jelas. Branding berperan sebagai strategic lever yang menghubungkan mutu internal sekolah dengan persepsi eksternal masyarakat. 

 Pilar Utama Branding Sekolah Untuk membangun branding yang kuat, ada beberapa pilar penting yang perlu diperhatikan oleh sekolah binaan: Identitas Sekolah (School Identity) Identitas merupakan pondasi branding. Identitas sekolah tercermin dari visi, misi, motto, nilai-nilai utama, dan simbol visual seperti logo, warna khas, atau seragam. Identitas harus menggambarkan keunikan dan karakteristik yang membedakan sekolah dari lembaga lain. Nilai dan Budaya Sekolah (School Values and Culture) Branding tidak dapat dipisahkan dari budaya positif yang hidup di lingkungan sekolah. Nilai-nilai seperti integritas, inovasi, disiplin, kolaborasi, dan kepedulian sosial harus menjadi bagian dari keseharian seluruh warga sekolah. Kualitas Layanan (Service Quality) Sekolah yang memiliki brand kuat pasti memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan, pembelajaran bermakna, dan layanan ramah bagi siswa serta orang tua. Mutu layanan adalah representasi langsung dari brand itu sendiri. Komunikasi dan Publikasi (Communication and Promotion) Sekolah harus memiliki strategi komunikasi publik yang efektif. Pemanfaatan media sosial, website sekolah, buletin, video profil, serta kegiatan publik seperti lomba, seminar, dan bakti sosial menjadi sarana membangun citra positif. Konsistensi dan Keberlanjutan (Consistency and Continuity) Branding bukan kegiatan sesaat. Ia membutuhkan konsistensi dalam perilaku, pelayanan, dan komunikasi. Semua tindakan sekolah harus selaras dengan nilai yang diusung, agar kepercayaan publik terus terjaga. Dari Teori ke Praktik: Strategi Implementatif di Sekolah Untuk mengubah teori branding menjadi praktik nyata, sekolah binaan dapat mengikuti beberapa langkah strategis berikut: Melakukan Analisis Diri (Self Assessment) Sekolah perlu mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan (SWOT Analysis). Langkah ini penting agar branding didasarkan pada realitas dan potensi yang dimiliki sekolah, bukan sekadar keinginan idealistik. 
 Merumuskan Nilai Inti dan Pesan Utama (Core Values & Key Message) Nilai inti adalah hal yang menjadi kebanggaan dan karakter khas sekolah, misalnya “Sekolah Ramah Anak”, “Sekolah Literasi Digital”, atau “Sekolah Berwawasan Lingkungan”. Nilai ini harus diterjemahkan dalam pesan komunikasi yang mudah dipahami masyarakat. Mengembangkan Identitas Visual dan Digital Sekolah perlu memperbarui tampilan visual seperti logo, warna khas, dan desain media publikasi agar tampil profesional. Kehadiran digital melalui website sekolah, akun media sosial resmi, dan kanal YouTube menjadi branding touchpoint utama di era digital. Membangun Reputasi Melalui Prestasi dan Layanan Branding yang efektif dibangun lewat bukti, bukan hanya promosi. Prestasi akademik dan nonakademik siswa, kegiatan inovatif guru, serta layanan ramah bagi orang tua menjadi aset reputasi yang harus dikomunikasikan secara konsisten. Melibatkan Komunitas Sekolah dan Stakeholder Branding sekolah tidak akan berhasil tanpa dukungan seluruh warga sekolah: kepala sekolah, guru, siswa, komite, dan alumni. Program kolaboratif seperti Open House, School Fair, atau kegiatan sosial dapat memperkuat hubungan emosional dengan masyarakat. Monitoring dan Evaluasi Branding Setiap program branding perlu dievaluasi secara berkala. Pengukuran dapat dilakukan melalui survei kepuasan orang tua, peningkatan jumlah pendaftar baru, jumlah pengikut media sosial, atau indikator kepercayaan masyarakat terhadap sekolah. Peran Kepemimpinan dalam Branding Sekolah Kepala sekolah memiliki peran sentral dalam menggerakkan branding. Sebagai brand leader, kepala sekolah harus memiliki visi yang jelas, kemampuan komunikasi publik, serta kepekaan terhadap perubahan. Kepemimpinan yang inspiratif akan menumbuhkan budaya positif di kalangan guru dan siswa. Selain itu, pengawas sekolah berperan sebagai mitra strategis dalam membina, memfasilitasi, dan memonitor implementasi branding di sekolah-sekolah binaan. Guru juga berperan penting sebagai duta brand sekolah. Setiap interaksi guru dengan siswa dan masyarakat mencerminkan nilai-nilai lembaga. Guru yang profesional, inovatif, dan ramah menjadi wajah positif yang memperkuat citra sekolah. Dampak Branding terhadap Citra dan Daya Saing Branding sekolah yang kuat memiliki dampak nyata terhadap peningkatan citra dan daya saing. Beberapa dampak yang dapat diamati antara lain: Meningkatnya kepercayaan masyarakat, karena sekolah dianggap profesional dan berkualitas. 
 Bertambahnya jumlah peserta didik baru, karena citra positif mendorong minat orang tua untuk mendaftarkan anaknya. Meningkatnya motivasi guru dan siswa, karena mereka merasa bangga menjadi bagian dari sekolah yang memiliki reputasi baik. Terjalinnya kemitraan strategis dengan pihak luar seperti perguruan tinggi, dunia usaha, atau komunitas masyarakat. Penguatan keberlanjutan sekolah, karena brand yang kuat menciptakan loyalitas dan dukungan jangka panjang. Penutup Branding sekolah bukan sekadar strategi promosi, melainkan transformasi budaya organisasi pendidikan. Sekolah yang memahami dan mengelola branding dengan baik akan mampu membangun citra positif yang autentik, meningkatkan kepercayaan publik, serta memperkuat daya saing di tengah perubahan zaman. Untuk itu, setiap sekolah binaan perlu menjadikan branding sebagai bagian integral dari manajemen sekolah. Dimulai dari kesadaran akan nilai-nilai inti, diperkuat oleh kepemimpinan yang visioner, dilaksanakan dengan strategi komunikasi yang efektif, serta dipertahankan melalui konsistensi tindakan nyata. Dengan demikian, dari teori menuju praktik, branding sekolah bukan hanya menjadi slogan, tetapi menjadi kekuatan nyata dalam mewujudkan sekolah unggul, berkarakter, dan berdaya saing tinggi di era pendidikan abad ke-21.

Rabu, 15 Oktober 2025

MODEL KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH


Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kualitas dan profesionalisme kepala sekolah menjadi sangat penting. Kepala sekolah tidak lagi sekadar pengelola administratif, melainkan sebagai pemimpin pembelajaran (learning leader), agen perubahan, dan fasilitator transformasi sekolah. Untuk itu, regulasi kompetensi kepala sekolah diperbaharui melalui Peraturan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Perdirjen GTK) Nomor 7327/B.B1/HK.03.01/2023 tentang Model Kompetensi Kepala Sekolah. Model Kompetensi Kepala Sekolah dapat digunakan sebagai acuan untuk:

1. Pengembangan  instrumen pemetaan kompetensi Kepala Sekolah

2. Pengembangan instrumen untuk Penilaian Kinerja Kepala Sekolah (PKKS)

3. Pengembangan materi dan instrumen untuk pengembangan kompetensi berkelanjutan bagi Kepala Sekolah

4. Kegiatan lain yang berkaitan dengan pengembangan kompetensi Kepala Sekolah

Perdirjen GTK No. 7327 mengatur bahwa model kompetensi kepala sekolah memuat lima bagian penting: (a) kompetensi, (b) definisi kompetensi, (c) level kompetensi, (d) deskripsi level, dan (e) indikator kompetensi. Model ini dikategorikan sebagai kompetensi teknis untuk jabatan fungsional kepala sekolah, sebagaimana ketentuan PermenPANRB No. 1 Tahun 2023. 

Lebih spesifik, kompetensi teknis kepala sekolah dibagi ke dalam tiga domain utama:

  1. Kompetensi Kepribadian

  2. Kompetensi Sosial

  3. Kompetensi Profesional

Secara eksplisit, kompetensi manajerial atau sosial kultural tidak dipisahkan sebagai domain tersendiri karena dianggap sudah masuk dalam aspek teknis melalui domain profesional atau sosial. 

Makna dan Indikator Masing-masing Domain Kompetensi

Kompetensi Kepribadian

Domain ini menitikberatkan pada kualitas diri seorang kepala sekolah. Menurut Pasal 5 ayat (1) dalam Perdirjen, kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepala sekolah dalam menunjukkan kematangan moral, emosi, dan spiritual, pengembangan diri melalui refleksi, serta orientasi berpusat pada peserta didik. 

Indikator kepribadian mencakup:

  • Kematangan moral, pengendalian emosi, dan perilaku sesuai dengan kode etik

  • Kebiasaan reflektif dalam pengembangan diri

  • Orientasi yang mengutamakan kepentingan peserta didik dalam pengambilan keputusan

Secara operasional, kepala sekolah yang kompeten dalam kepribadian akan menunjukkan integritas, keteladanan, kejujuran, keseimbangan emosi dalam tekanan, serta selalu melakukan evaluasi diri dan refleksi atas praktik kepemimpinannya.

Kompetensi Sosial

Domain sosial menyangkut interaksi kepala sekolah dengan warga satuan pendidikan, masyarakat, serta jejaring eksternal. Pasal 5 menyebut bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan kepala sekolah untuk memberdayakan warga sekolah, membangun kolaborasi, dan terlibat dalam organisasi profesi maupun jejaring lebih luas.

Indikator sosial mencakup:

  • Pemberdayaan warga satuan pendidikan agar kualitas pembelajaran meningkat

  • Kerja sama (kolaborasi) lintas elemen sekolah dan pihak eksternal

  • Partisipasi aktif dalam organisasi profesi, jaringan pendidikan, forum eksternal

Dalam aplikasi, kepala sekolah harus mampu membangun iklim kolaboratif, menjalin kemitraan dengan pemangku kepentingan (stakeholders) seperti Dinas Pendidikan, orang tua, komunitas, dan memberikan ruang partisipasi bagi guru maupun siswa dalam pengambilan keputusan.

Kompetensi Profesional

Domain paling kompleks dan luas, kompetensi profesional menyangkut kepemimpinan pembelajaran dan pengelolaan sumber daya. Menurut Pasal 5 ayat (5), kompetensi profesional mencakup pengembangan visi dan budaya belajar, penerapan kepemimpinan pembelajaran berpusat pada peserta didik, serta pengelolaan sumber daya secara efektif, transparan, dan akuntabel. 

Indikator profesional antara lain:

  • Kemampuan merumuskan dan menanamkan visi, misi, nilai budaya sekolah

  • Memimpin perubahan pembelajaran yang inovatif, berpihak kepada siswa

  • Merancang dan mengevaluasi strategi peningkatan mutu pembelajaran

  • Mengelola sumber daya manusia, keuangan, sarana-prasarana dengan baik

  • Transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran & pelaporan

Seorang kepala sekolah profesional akan menjadi agen pembelajaran: bukan hanya administratif, tetapi aktif dalam pemantauan kualitas pengajaran, evaluasi kurikulum, peningkatan kapasitas guru, dan memfasilitasi inovasi pedagogik. 

Paparan Model Kompetensi Kepala Sekolah [DOWNLOAD]

Selasa, 14 Oktober 2025

Tangga Umpan Balik: Kerangka Pemberian Umpan Balik yang Konstruktif dan Berurutan

Sering kali setiap guru kebingungan dalam melaksanakan asesmen formatif yang berkelanjutan untuk melihat perkembangan pembelajaran murid. Akan tetapi, ada strategi umpan balik yang dapat diterapkan oleh guru. Umpan balik (feedback) adalah elemen krusial dalam proses pendidikan yang berfungsi sebagai jembatan antara capaian saat ini dengan tujuan pembelajaran. Pemberian umpan balik yang efektif tidak hanya berfokus pada kesalahan, tetapi juga pada penguatan dan pengembangan potensi peserta didik.

Salah satu model yang sangat direkomendasikan untuk memastikan umpan balik diberikan secara lengkap dan berurutan adalah Tangga Umpan Balik (Ladder of Feedback) yang dipopulerkan oleh Daniel Wilson dan David Perkins. Model ini menyediakan kerangka kerja bertahap yang membantu pendidik memberikan masukan yang konstruktif dan memotivasi, baik secara lisan maupun tertulis, terkait tugas atau interaksi di kelas.

Tangga Umpan Balik terdiri dari lima tingkatan yang harus dilalui secara berurutan, dari bawah ke atas:

1. Klarifikasi (Clarification)

Ini adalah langkah awal yang sangat penting. Pendidik harus memastikan bahwa mereka benar-benar memahami karya atau maksud peserta didik sebelum memberikan penilaian atau saran.

  • Tujuan: Mengajukan pertanyaan klarifikasi untuk memperjelas maksud, proses, atau bagian tertentu dari pekerjaan peserta didik.

  • Aplikasi: "Apa yang kamu maksud dengan istilah ‘efek rumah kaca’ pada paragraf ini?" atau "Bagaimana kamu memilih teknik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah matematika ini?"

2. Nilai (Value)

Setelah mendapatkan klarifikasi, pendidik memberikan komentar atas kekuatan yang terlihat dari karya peserta didik. Ini berfungsi untuk membangun rasa percaya diri dan mengakui kerja keras mereka.

  • Tujuan: Memberikan komentar positif atas aspek-aspek yang berhasil, kuat, menarik, atau inovatif.

  • Aplikasi: "Penggunaan data pendukung yang kamu sertakan sangat lengkap dan relevan," atau "Alur cerita yang kamu buat sangat kreatif dan membuat pembaca penasaran."

3. Perhatian (Concern)

Pada tahap ini, pendidik mulai memberikan komentar terhadap hal-hal yang kurang sesuai, kurang lengkap, atau memerlukan perhatian lebih. Namun, ini harus disampaikan dengan fokus pada masalahnya, bukan pada pribadi peserta didik.

  • Tujuan: Memberikan masukan terkait aspek yang belum optimal atau memerlukan perbaikan, menjadikannya sebagai fokus bersama untuk pengembangan.

  • Aplikasi: "Saya perhatikan, beberapa rumus kimia yang kamu tulis masih belum setara," atau "Penyusunan referensi di bagian akhir masih belum mengikuti format yang kita sepakati."

4. Saran (Suggestion)

Setelah mengidentifikasi hal yang perlu diperhatikan, pendidik memberikan saran konkret untuk pengembangan atau perbaikan. Saran harus spesifik dan mengarahkan peserta didik pada langkah selanjutnya.

  • Tujuan: Memberikan saran praktis dan terarah untuk meningkatkan kualitas karya atau pemahaman.

  • Aplikasi: "Coba telaah kembali materi tentang penyetaraan reaksi redoks untuk memperbaiki rumus-rumus tersebut," atau "Untuk perbaikan, kamu bisa menambahkan ilustrasi visual di bagian pendahuluan agar lebih menarik."

5. Apresiasi (Appreciation)

Tahap terakhir ini adalah penutup yang kuat, yaitu memberikan pujian atau pengakuan atas usaha, ketekunan, atau peningkatan yang telah ditunjukkan peserta didik.

  • Tujuan: Memberikan pujian dan motivasi atas upaya dan proses belajar yang telah dilakukan.

  • Aplikasi: "Luar biasa! Kamu menunjukkan usaha yang sungguh-sungguh dan peningkatan pemahaman yang signifikan sejak tugas sebelumnya," atau "Terima kasih telah bekerja keras. Usahamu ini patut diapresiasi!"

Berikut contoh pemberian umpan balik.
Mata PelajaranSituasi Umpan BalikKlarifikasiNilaiPerhatianSaranApresiasi
MatematikaTugas penyelesaian soal Persamaan Kuadrat."Bisa jelaskan mengapa kamu memilih metode pemfaktoran, bukan rumus ABC, pada soal nomor 3?""Langkah-langkah di soal nomor 1 dan 2 sudah sangat runtut dan mudah diikuti.""Saya melihat ada kekeliruan dalam penentuan tanda positif/negatif saat memasukkan nilai c di soal terakhir.""Coba periksa kembali aturan tanda dalam operasi hitung bilangan bulat untuk memperbaiki kesalahan itu.""Hebat! Ketelitianmu dalam menyalin soal sangat baik, itu menunjukkan kamu sudah fokus pada detail."
Bahasa IndonesiaEsai argumentasi tentang isu lingkungan."Apa sumber utama yang kamu gunakan untuk mendukung argumen tentang dampak plastik sekali pakai?""Pilihan kosakatamu sangat kaya, membuat esai ini enak dibaca.""Terdapat beberapa kalimat yang masih belum efektif dan kurang koheren dengan kalimat sebelumnya.""Perbaiki kalimat tersebut dengan menghubungkannya menggunakan konjungsi yang tepat agar alur idemu lebih padu.""Selamat, Nak! Kamu berhasil membangun argumen yang kuat dan menyampaikan gagasan dengan jelas."
SejarahPresentasi tentang peran tokoh kemerdekaan."Apa alasan kelompokmu hanya memasukkan satu sudut pandang dari pihak penjajah dalam presentasi ini?""Penggunaan media visual dan infografis dalam slide kalian sangat menarik dan informatif.""Informasi mengenai dampak kebijakan ekonomi tokoh tersebut terhadap rakyat di masa itu masih kurang detail.""Tambahkan minimal dua sumber primer lagi yang membahas kebijakan ekonomi tersebut agar analisisnya lebih mendalam.""Kalian telah melakukan riset yang mendalam dan bekerja sama dengan sangat baik. Pertahankan!"
Seni BudayaKarya lukisan dengan teknik aquarel."Mohon jelaskan konsep dari penggunaan warna-warna gelap di bagian latar belakang lukisanmu.""Teknik gradasi warna yang kamu gunakan pada objek utamanya sangat halus dan berhasil menciptakan dimensi.""Beberapa garis luar objek masih terlihat tebal, membuat kesan halus dari teknik aquarelnya sedikit berkurang.""Lain kali, coba gunakan kuas berujung runcing dengan sedikit cat untuk memperhalus garis-garis tepi tersebut.""Kamu punya bakat yang hebat! Kreativitas dan ketekunanmu dalam mencoba teknik baru patut diacungi jempol."